Great 50 List of really really good books

Before I read these books, I had read some reviews which had me wondering if this one would be something I’d like, reviews from people whose opinions I trust. It’s True, so the book stayed on my “TBR…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Mengapa Kita Perlu Menikah?

Perkenalan saya dengan romantisme tentu saja sudah sejak lama dan mungkin dimulai sejak kecil, saat di mana menonton kartun hari Minggu terasa seperti surga dunia. Kayaknya, sih, kamu pun sempat terinspirasi atau hanya saya saja yang kelewat berlebih.

Dulu sempat ramai sekali cerita tentang seorang putri yang cantik jelita, kemudian ia memakan apel merah yang ternyata beracun. Tak ditemukan obat apapun untuk menyelamatkan putri cantik itu, kecuali, nanti akan ada pangeran yang datang menyelamatkan sang putri. Pangeran yang ditunggu itu pun datang, mencium sang putri, dan ajaib, racun itu hilang.

Cerita itu terus mengalir dalam kehidupan sehari-hari seorang anak kecil, pun mengalir dalam permainan yang sering dilakukan di umur anak SD, yakni permainan “memerankan tokoh” yang membuat semua laki-laki akan berebut jadi pangeran.

Cerita tersebut telah memunculkan harapan bahwa, kita nanti di masa dewasa akan mengalami hal demikian: keromantisan yang keuwu-uwuan.

Kisah di atas banyak ditentang karena banyak mengajarkan budaya patriarki, tetapi arah tulisan ini tidak ke situ.

Ada ketidakpastian di sana. Kisah yang diceritakan di atas bisa jadi hanya satu dari sekian banyak alternatif lain yang bisa saja berakibat tragedi-alih-alih sebagai romantisme. Bagaimana jika racun itu bergerak lebih cepat, lebih mematikan dan si pangeran telat memberi pertolongan. Alternatif lain, ternyata racun hanya menginfeksi sehari saja, hingga ia bangun dalam keadaan sehat keesokan harinya. Dan seorang tetangga rumahnya tiba-tiba datang melamar putri, mereka menikah. Pangeran baru saja tiba di sana ketika akad, pangeran pun kecewa, ia rupanya tidak heroik-heroik amat, ia kalah menghadapi ketidakpastian.

Dalam kehidupan nyata, masih banyak orang menganggap menikah ‘berkekasih’ sebagai suatu romantisme. Kita bisa menemui itu di hari-hari resepsi yang dibuat sedemikian rupa. Seolah mereka ingin menjadi raja dan ratu meski dalam sehari. Pun dalam beberapa hari kedepan saat mereka menyadari bangun tidur kini tak lagi sendiri atau saat saling membantu memasak di dapur dan memakan hasil masakan itu bersama-sama. Hal-hal itu seringkali menjadi keuwuan yang membuat iri: mereka sudah, saya kapan ya Allah.

Tetapi, sungguh, siapakah yang bisa menjamin itu semua atau apa ada jaminan yang bisa membuat itu selamanya? Romantisme keuwuan jelas muskil bisa terjadi setiap waktu. Pun, sampai kapan seseorang akan tetap menikah. Tak ada yang menjamin.

Saya, kok berpikir, jawabannya akan mirip dengan cerita seorang putri dan pangeran. Akan ada satu kemungkinan keuwuan dalam berkekasih dan banyak alternatif tragedi lain yang bisa saja terjadi.

Apa yang membuat kamu yakin akan menikah? Apakah kamu yakin, setelah menikah, dan kamu hamil, menjadi gendut-tentu saja gendut kan ada bayinya-dan kamu yakin kekasihmu tidak akan ilfil sekaligus menyesal menikahimu?

Apa yang membuatmu yakin menikah? Apakah kamu yakin, dia sudah sepenuhnya move on dari masa lalunya? Tentu sebelum berkekasih dengan kamu, dia terlebih dahulu menjalani kehidupan lain dengan seseorang yang bukan kamu. Apakah ketika mantan kekasihnya datang, tidak akan membuat kekasihmu goyah atau malah dengan cepatnya ia meninggalkanmu.

Sejauh apa kamu yakin dengan pilihan-pilihan itu?

Teman saya, sebut saja Viktor, pernah bercerita, ia sedang dekat dengan seseorang, sebut saja Lili, yang ternyata sudah memiliki kekasih. Ia berdua, sampai saat ini mengaku saling sayang, meski jarak membentang-yaps mereka LDR. Sudah LDR, ilegal lagi-

Bagaimana nasib kekasih Lili? Tentu saja ia tidak tahu kekasihnya kini sedang dekat dengan teman saya. Bagaimana dengan Lili? Ia tentu saja berada di antara dua pilihan sulit: memilih sekaligus meninggalkan salah satu atau justru tetap bertahan dan memperpanjang ketidakpastian.

Pertanyaan masih sama, apa yang membuatmu yakin menikah? Bukankah alternatif pilihan di atas bisa saja terjadi di kehidupanmu? Dan kau bisa saja mengambil peran sebagai Viktor, Lili, kekasih Lili, atau saya yang menuliskan mereka?

Saya bukannya anti terhadap berkekasih. Saya pun pernah berkekasih, pernah menyayangi seseorang. Kekasih saya pun menyayangi saya, saya masih ingat, di parkiran salah satu mall di Purwokerto, dia pernah dengan meyakinkannya menatap mata saya dan mengatakan “Aku sudah yakin sama kamu, makasih buat hari ini aku seneng banget.”

Sebulan kemudian, dia mengakhiri hubungan kami dengan alasan masih menyayangi mantannya dan mengaku tak bisa melupakannya.

Sekali lagi, apa yang membuatmu yakin menikah? Bukankah lebih banyak alternatif pilihan yang buruk dibanding romantisme belaka.

Add a comment

Related posts:

Onsite Team Building Activities

Looking for a way to build camaraderie and improve communication among your team? Onsite team building activities may be just the solution you need. These activities are designed to bring your team…

About opinions

Everyone has an opinion about how you should live your life. I know I do. Even the woman selling pepper at your street junction has several too. She thinks you shouldn’t wear fitted ripped jeans that…

Initial Exchange Offerings are Here to Stay

The cryptocurrency space is progressing swiftly in economic ventures and investment zones all across the planet. First, we got ICOs, then STOs, and now IEOs are here to stay as well. ICOs had their…